Gedor.id– Ditreskrimum Polda Sulawesi Selatan, dipimpin Kabagwassidik Polda Sulsel Muhammad Kadarislam Kasim, menggelar perkara khusus terkait dugaan penganiayaan di wilayah Polsek Moncongloe, Polres Maros, Selasa (5/8/2025). Di balik proses tersebut, pelapor, Budiman S, menuding proses hukum oleh aparat Polsek Moncongloe Polres Maros berjalan lamban, tidak netral, dan cenderung membela tujuh orang terlapor.
Kasus ini bermula dari laporan polisi Nomor LP/B/28/V/2025/SEK MONCONGLOE/POLRES MAROS tertanggal 11 Mei 2025.
Budiman S melaporkan bahwa AM dan kawan-kawan melakukan penganiayaan dan perusakan secara bersama-sama sesuai Pasal 351 ayat (1), Pasal 406, dan Pasal 170 ayat (1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Gelar perkara dalam proses penyidikan Unit Reskrim Polsek Moncongloe masih mendalami kasus tersebut.
Kanit Reskrim Polsek Moncongloe, Ipda Suharno, mengaku masih membutuhkan pendalaman terhadap unsur Pasal 170 KUHP.
Perkara ini ditindaklanjuti setelah Budiman S melayangkan pengaduan masyarakat pada 9 Juni 2025. Kapolda Sulsel kemudian menerbitkan Surat Perintah Sprin/1376/VII/RES.7.5/2025 tertanggal 31 Juli 2025 untuk menggelar perkara khusus.
Budiman S menceritakan insiden bermula pada Sabtu, 10 Mei 2025, saat ia berlatih menembak senapan angin kaliber 4,5 mm di pekarangan rumahnya yang bersebelahan dengan kebun miliknya.
Aktivitas tersebut diprotes beberapa tukang bangunan di rumah tetangga, termasuk AM, yang khawatir keselamatan anak-anak terancam.
Ia mengklaim telah menjelaskan prosedur keamanan, namun tak lama kemudian polisi datang atas laporan istri AM yang disebut bekerja di Polsek Moncongloe. Budiman S sempat menawarkan senapan untuk diperiksa, tetapi ditolak dengan alasan “senapan biasa.”
Pada malam hari, situasi memanas. Budiman S yang baru pulang dari Makassar mengaku diserang sekelompok orang yang melempari rumahnya dengan batu.
“Rumah saya dilempari puluhan batu oleh tujuh terduga pelaku, termasuk AM yang melempar dari jarak dekat. Saya terluka di siku kanan saat menangkis batu,” ujarnya.
Menurut Budiman S, meskipun ia berkali-kali menghubungi polisi, aparat baru tiba pukul 23.00 WITA dan tidak langsung menangkap pelaku.
Laporan resmi baru dibuat pukul 00.30 WITA. Barang bukti baru diamankan keesokan harinya setelah didampingi kuasa hukumnya, Advokat K. Budi Simanungkalit SH MH.
Budiman S menilai proses penyelidikan berjalan lamban dan tidak objektif.
Ia mengklaim penyidik mendorong penyelesaian damai, bahkan mengancam akan menetapkannya sebagai tersangka atas laporan balik dugaan pengancaman dari pihak terlapor.
“Dalam gelar perkara 10 Juli 2025 di Polres Maros, tidak semua bukti saya dibahas. Saya melihat keberpihakan aparat sangat jelas,” tegasnya.
Ditreskrimum Polda Sulsel menegaskan perkara ini belum tuntas. Pendalaman unsur Pasal 170 KUHP masih berjalan, dan belum ada pengumuman resmi terkait penetapan tersangka.
Budiman S mengungkapkan tiga dari tujuh pelaku, yaitu AM, JA, dan AG, sudah berulang kali melakukan pengancaman, teror, dan intimidasi, antara lain:
1.Pada 2 Desember 2016 malam, saat Budiman S dan istrinya pulang dari Makassar, AM dan istrinya menutup akses jalan menuju rumah Budiman.
2.Budiman melapor ke Polsek Moncongloe. AM diduga meminta uang komisi dengan\ alasan menunjuk lokasi tanah yang dibeli Budiman, sehingga pembeli harus memberikan komisi.
3.Anggota Polsek Moncongloe mengupayakan damai, dan Budiman membayar Rp 3 juta serta menerima pernyataan tertulis bahwa AM tidak akan mengulangi tindak pidana terhadapnya dan keluarganya.
4.Sepanjang waktu berjalan, AM dan kawan-kawan terus melancarkan teror dan intimidasi dengan ancaman akan membusur dan melakukan kekerasan fisik maupun verbal.
5.Pada 22 Desember 2022, AM bersama BK mengintimidasi istri Budiman, F. Sule Toding, dengan membawa parang dan menebangi tanaman milik Budiman.
Mereka mengaku penguasa tanah sekitar lokasi, meskipun F. Sule Toding menegaskan bahwa tanah tersebut dibeli mereka dan tidak berbatasan dengan tanah AM. Namun, mereka tetap menebang pohon tanaman milik Budiman.
Kejadian ini dilaporkan Budiman dengan bukti video, tetapi Polsek Moncongloe dan Polres Maros menolak menerima laporan tersebut.
Budiman pun melaporkan perilaku aparat ke Propam Polda Sulsel, namun SP2HP yang dikeluarkan menyatakan belum ditemukan ketidakprofesionalan anggota Polsek dan Polres.
Dugaan tindak pidana AM dkk terjadi berulang kali. Saat proses hukum kasus penganiayaan tanggal 10 Mei 2025, Budiman mengungkapkan hal ini ke aparat Polsek dan Polres, namun tidak direspons.
Bahkan penyidik yang menangani kasus penganiayaan dan perusakan tanggal 10 Mei 2025 berkata,
“Kami tidak mau tahu kasus yang lalu-lalu, dan kasus sekarang pun biar kamu laporkan ke tingkat atas, kami tidak peduli,” ungkap Budiman menirukan ucapan penyidik.
Terakhir, pada 2 Juli 2025, Budiman melaporkan AM dkk dan LSM LABRAKI atas dugaan pelanggaran UU ITE berupa berita bohong, fitnah, dan penghinaan melalui website.
Laporan teregister dengan Nomor LI 537/VII/Res 2.5/2025 Polda Sulsel dan dilimpahkan ke Polres Maros.
Budiman juga mengungkapkan bahwa AM adalah tergugat III dalam perkara Perdata No. 10/Pdt.G/2025/PN Mrs terkait perbuatan melawan hukum mengenai tapal batas tanah yang sedang bergulir sejak Agustus 2024 di PN Maros.