Gedor.id- Suara jeritan dari bantaran Sungai Sekadau kembali menggema. Bukan karena badai, tapi karena sebuah tragedi ekologi yang berlangsung terus-menerus tanpa henti. Minggu (3/8/2025)
Di Desa Mungguk, Kecamatan Sekadau Hilir, para petani keramba kini hidup dalam keputusasaan.
Sungai yang dulu menjadi sumber kehidupan kini berubah jadi kuburan ikan-ikan mereka.
Air yang dulunya jernih kini keruh pekat, berbau, dan mematikan. Limbah tambang emas ilegal (PETI) dari hulu sungai dituding menjadi biang keladi bencana ini.
“Setiap hari ada ikan mati. Keramba kami tinggal puing. Tapi aparat dan pemerintah? Masih diam saja,” kata Iwan, seorang petani keramba, kepada redaksi, Sabtu (2/8/2025).
Ikan Mati, Negara Diam
Keramba milik Iwan kini nyaris kosong. Puluhan ikan mati setiap hari, mengambang dengan perut kembung di antara air hitam keruh.
Namun yang paling menyakitkan, kata Iwan, bukan hanya ikan yang mati—melainkan juga kepercayaan terhadap negara.
“Kami nggak minta uang. Kami cuma minta keadilan dan perlindungan hukum. Tapi sampai sekarang, ikan mati terus, dan mereka tetap tutup mata.” keluhnya
Ironisnya, lokasi keramba Iwan hanya sepelemparan batu dari pusat pemerintahan dan kantor penegak hukum di Sekadau.
Tapi aktivitas tambang emas tanpa izin itu tetap berjalan seperti tak tersentuh.
“Apa gunanya pidato Kapolda Kalbar soal pemberantasan PETI yang viral itu, kalau faktanya di lapangan nihil tindakan?” sindir Iwan tajam.
Peta PETI: Tambang Ilegal Menjalar Tanpa Kendali
Berdasarkan laporan warga, setidaknya delapan desa di Kabupaten Sekadau kini menjadi sarang tambang emas ilegal:
1.Kecamatan Nanga Mahap: Desa Tembaga, Landau Apin, Kebau, dan Lembah Beringin
2.Kecamatan Nanga Taman: Desa Nanga Koman dan Nanga Engkulun
Semua kegiatan tersebut berlangsung tanpa izin resmi. Limbah dari aktivitas itu terus mencemari sungai yang bermuara ke Sungai Sekadau.
Tapi hingga kini, belum ada penindakan nyata dari pemerintah daerah maupun kepolisian.
“Kalau nggak viral, nggak ada yang bergerak. Seolah negara ini hanya untuk mereka yang punya kekuasaan,” tegas Iwan.
Harapan Terakhir: Presiden dan Kapolri Diminta Turun Tangan
Iwan dan warga lain kini menggantungkan harapan mereka pada Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Mereka mendesak dibentuknya tim investigasi independen untuk mengusut tuntas jaringan PETI di Kalimantan Barat—termasuk para aktor intelektual di balik bisnis haram itu.
“Negara harus hadir bukan hanya saat viral. Kami hidup dari sungai. Kalau sungainya rusak, ikan mati, anak-anak kami mau makan apa? Janji nggak bisa digoreng,” pungkas Iwan dengan nada getir.