Gedor.id– Selama lima tahun, Ishak Hamsah dipaksa hidup dengan status tersangka tanpa kepastian hukum.
Nama baiknya hancur, hidupnya tertekan, bahkan sempat dikurung 58 hari di Rutan Polrestabes Makassar.
Semua itu kini terbongkar: Pengadilan Negeri Makassar menyatakan penetapan tersangka terhadap Ishak cacat hukum, tidak sah, dan batal demi hukum.
Putusan praperadilan dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2025/PN Mks, Kamis (28/8/2025), menjadi hantaman telak bagi Polrestabes Makassar dan Kejaksaan Negeri Makassar.
Hakim memerintahkan penyidikan dihentikan, semua keputusan terkait status tersangka dibatalkan, serta hak dan martabat Ishak dipulihkan.
Kriminalisasi Tanpa Bukti
Kuasa hukum Ishak, Wawan Nur Rewa, SH, menegaskan sejak awal kasus ini janggal.
Tuduhan penyerobotan (Pasal 167 KUHP) dan penggunaan surat palsu (Pasal 263 ayat 2 KUHP) dijatuhkan tanpa dasar kuat.
“Lima tahun klien kami hidup di bawah stigma tersangka tanpa kepastian hukum. Reputasinya rusak, hak-haknya dilucuti. Ini bentuk nyata kriminalisasi. Hari ini, pengadilan membuktikan kebenaran akhirnya menang,” ujarnya.
Dalam amar putusannya, majelis hakim mengabulkan seluruh permohonan praperadilan Ishak.
1.Penetapan tersangka oleh penyidik dinyatakan tidak sah;
2.Seluruh keputusan dan penetapan terkait penahanan dan penyidikan dibatalkan
3.Penyidikan terhadap Ishak harus dihentikan
4.Hak, harkat, dan martabat Ishak dipulihkan;
5.Polisi dan jaksa dihukum membayar biaya perkara.
Bagi Ishak, putusan ini menjadi titik balik setelah lima tahun dikriminalisasi aparat.
“Kami memberikan penghargaan kepada hakim PN Makassar yang berani menegakkan keadilan. Putusan ini bukan sekadar membebaskan klien kami, tapi juga menjadi pesan keras: hukum tidak boleh dijadikan alat menindas,” tegas Wawan.
Kasus Ishak Hamsah kini menjadi bukti nyata bahwa praktik kriminalisasi bisa dilawan. Dan kali ini, pengadilan menampar keras aparat penegak hukum yang semestinya melindungi rakyat.
Editor ; Darwis