Gedor.id- Deretan angka ini bukan statistik biasa—ini nyawa. Sebanyak 67 anak di Jalur Gaza meninggal karena kelaparan. Senin (14/7/2025).
Bukan karena takdir, melainkan akibat blokade total Israel yang telah berlangsung selama 103 hari. Data pilu ini disampaikan oleh Kantor Media Pemerintah di Gaza.
Dan itu baru permulaan. Sekitar 650 ribu balita kini berada di ambang maut akibat kekurangan gizi akut. Pintu masuk bantuan ditutup rapat.
Tak ada pangan. Tak ada obat. Tak ada bahan bakar. Kelaparan kini menjadi senjata utama.
“Mesin pembunuh itu kini bernama kelaparan,” demikian pernyataan resmi yang menggambarkan pengepungan ini sebagai hukuman kolektif paling ekstrem dalam sejarah modern.
Dalam tiga hari terakhir saja, jumlah korban terus bertambah. Pasukan Israel dituding secara sistematis menghalangi masuknya tepung, susu formula, dan obat-obatan penting.
Banyak pihak menilai ini bukan sekadar kelalaian, melainkan kebijakan kelaparan massal yang disengaja.
Dampaknya brutal: 1,25 juta jiwa kini kelaparan parah. Bahkan 96 persen warga Gaza, termasuk lebih dari satu juta anak-anak, menderita kerawanan pangan akut.
Kantor Media Pemerintah Gaza menegaskan bahwa Israel bertanggung jawab penuh atas “kampanye kelaparan sistematis dan terorganisir.”
Mereka juga menuding para negara pendukung—baik yang vokal maupun yang memilih bungkam—ikut menanggung dosa moral dan hukum.
“Kami memperingatkan, ini adalah eksekusi massal yang dilakukan terang-terangan di hadapan dunia,” seru mereka. “Intervensi internasional bukan pilihan—ini soal hidup atau mati.”
Sementara itu, dunia masih memilih diam. Forum-forum global hanya bergema dengan kecaman tanpa tindakan nyata.
Resolusi tinggal wacana. Diplomasi kehilangan daya. Anak-anak terus meninggal, sementara pemimpin dunia menonton dari kejauhan.
Seruan gencatan senjata terus digaungkan, tapi militer Israel tetap melanjutkan ofensif brutal sejak 7 Oktober 2023.
Hingga kini, lebih dari 57.800 warga Palestina telah tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Serangan udara tanpa henti menghancurkan Gaza, memperparah krisis pangan, dan memicu wabah penyakit.
Di tengah penderitaan ini, tekanan hukum terhadap Israel mulai muncul. Pengadilan Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menhan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mahkamah Internasional (ICJ) juga tengah mengadili gugatan genosida terhadap Israel.
Dunia hukum kini mencatat tragedi ini—namun dunia politik masih terbungkam oleh kepentingan dan aliansi.